New Status
Hai Semua! Selamat datang di blog aku! Thank's banget sudah mau mampir dan coment + chat di chat box aku. Hitung-hitung sebagai pengganti B Answer. Selamat menikmati semua! Maaf kalau masih jelek.

Jumat, 30 Agustus 2013

Kamichama Karin

Siapa sih, yang enggak kenal film ini? Aku suka banget dengan film Kamichama Karin. Terutama dengan Nanao Kaga dan Himeka Karasuma. Hafal semua tokohnya kan? Ada Nanao Kaga, Misaki Kanda, Himeka Karasuma, Miwa Shimabara, Maiko C Suma, Asahi Nanba, Takenomaru Sagani, Rumoi Matsumae, Nakae Wakabayashi, Chigusa Nakamura, Ukyo Sagano, Hikari Hagi, Kami Muroto, Mine Shimabara.
Whuff! Banyak sekali ya, teman teman! Oh iya, aku beri tahu rahasia ya! Sebenarnya ini aku Copas di website langganan temenku. Habis aku cuma tahu sedikit sih! Wehe, aku banyak Copas deh, jadinya. Walah walah, enggak sudah dipikirkan ya teman-teman! Oh iya, menurut kalian, film fiktif Kamichama Karin gimana? Seru, Jelek, Bagus, Romance sedikit, Romance Banyak, Romance sedang, Tidak pantas di tonton, pantas di tonton, alur ceritanya keren, ending-nya bagus? Menurutku sih, agak jelek dan kurang pantas di tonton, tapi, ini aku lhooo! Menurutku, yang lain-lainnya masih punya kesempatan untuk dianggap bagus. Iya kan?
Oh iya, watak siapa yang paling kalian benci? Jawabanku : Rumoi Matsumae.
Sama , watak siapa yang paling kalian sukai? Jawabanku : Nanao Kaga.
Oh iya teman-teman semua, lain kali, aku akan kasih berita tentang film-film yang lain ya! Oh iya, jangan lupa belajar! Jangan banyak nonton televisi! Nanti PR-nya enggak akan selesai-selesai lho! Sudah dulu ya, terima kasih.

Salam Semangat :
Priskila Pramana

Sabtu, 17 Agustus 2013

Pak Damraz












Tanggal 16 Agustus 2013. Yang biasanya santai di rumah, kali ini terpaksa bangun pagi dan siap-siap menjalani gladi resik. Ya itulah aku. 
"Nita!" aku berseru memanggil Nita.
"Ada apa?" tanya Nita sambil cepat-cepat mendekati aku. Banyak anak yang datang. Hari ini seleksi pemilihan akhir pasukan Paskibra.
Belum sempat menjawab pertanyaan Nita, seseorang memanggil namaku keras. Ternyata aku terdaftar di barisan Grup Apple. Grup yang menjunjung warna merah dan putih (mirip apel kan?) aku pun melambaikan tangan pada Nita. Nita menunggu sambil memandangi podium yang dipakai untuk mengurutkan barisan tiap-tiap anak. Ternyata di situ ada Putri, anak baru yang terkenal cantik di sekolah.
"BARISAN APPLE SEGERA BERLATIH!" seru pembawa acara melalui pengeras suara. Aku pun segera bergabung dengan kelompok Putri. Ternyata Putri orangnya tegas dan pintar memimpin. Tak sia-sia ia dipilih dalam kelompok ini. Setelah bersalam-salaman 'Minal Aidzin', aku pun berkenalan dengan Putri. Ternyata Putri sangat ramah dan terbuka. Ia segera akrab denganku.
"Kamu orang kaya ya Put?" tanyaku setelah beberapa lama tertawa membual.
"Em..," Putri terdiam lama. Aku tertunduk dan menggenggam tangannya. Putri seakan hanya patung. Tangannya dingin.
"Kamu bukan orang miskin Put." Aku menenangkan Putri sambil menggenggam tangannya. Tiba-tiba tangannya terasa hangat dalam genggaman tanganku.
"Benar. Em.., hari, hari ini...," Putri berusaha menjelaskan dengan lancar.
"Hari ini ulang tahun kamu Put? Wah,.., selamat ulang tahun ya!" aku pun memeluk Putri dengan erat.
"Bu..., bukan!" ujar Putri berusaha melepaskan pelukan ku. "Hari ini kan, 16 Agustus..., aku teringat sesuatu. Aku..., su..., susah menjelaskan apa yang aku tahu untuk kamu." 
"Ada apa sih, Putri Ami Cahaya Damraz Purnama?" tanyaku menggunakan nama panjang Putri. Wah, sepertinya aku salah bicara deh! Mendengar aku menyebut nama lengkapnya, sepertinya Putri semakin sedih! Aku berusaha menghibur. Akan tetapi sia-sia. Putri hanya diam sambil matanya berkaca-kaca.
"Sebenarnya ini hari tepat saat sakit Kakek kambuh!" tangis Putri pun pecah. Aku kebingungan. 2 menit lagi, acara latihan dimulai.
"Kakekmu sakit tahun lalu?" tanyaku.
"Enggak." Putri sesenggukan. Aku semakin kebingungan.
"Kapan?"
"68 tahun yang lalu." Putri berhenti menangis. Ia mengenang kakek-nya. 
"Wah!"
"Benar. 68 tahun yang lalu. Saat 17 Agustus 1945, saat Kakek merayakan kemerdekaan Indonesia, ia meninggal. Maka, saat aku mengunjungi makam pahlawan Indonesia, aku merasa bahwa hidupku ini 'KAYA'."
"Ayo kita latihan! Kita ajak Kakekmu itu untuk menaikkan bendera bangsa Ini!" ajak ku memberi semangat. Putri mengangguk senang sambil mengusap air matanya.
"Ayo!"
Kami pun menjalankan sesi latihan dengan lancar dan baik. Sambil menunggu siapa yang akan terpilih untuk menjadi anggota paskibra, kami mengobrol. Kembali mengulas tentang perjuangan Kakek Putri.
Jauh di surga, diatas sana, Kakek Putri memandangi cucunya yang hebat itu. Kakek Putri bangga akan cucunya yang memandang masa depan. 
---TAMAT---

Kamis, 15 Agustus 2013

My Profil

Full Name : Priskila Vaneysa Pramana
 Nick Name : Priska, Vaney, Kila
 Call Name : -_-
 Zodiac : Libra
 Birth Date : 22 Oktober 2003
 Place of birth :  Semarang, In Hospital
 Realigion : Christian
 Blod Type : O
 Hobbies : Reading, writing, playing the violin, singing
 Ambition : Some day, the most beautiful dream achieved
 Blackberry PIN : -_-
 Number Phone : 085640888044 [Currently in foreclosure]
 School : Terang Bangsa Christian School
 Adress : Semarang, Jawa Tengah
 Favourite Foods : Spagethi, Sushi, Fried Chicken, & Takoyaki
 Favourite Driks : Ice Milo
 Favourite Sports : Basketball, badminton and roller skates
 Favourite Animals : Dog
 Favourite Places : Library & Garden
 Favourite Colours : Purple & Pink
 Favourite Net : Bobo Online & Didi Games
 Favourite Games : I Heart Doraemon (In Didi Games)
 Favourite Study : English 
 Favourite Friends : Helena, Jade, Karlita & Arsyanda
 Favourite teachers :  Mr. Teguh
 Favorite Artist : Frieska JKT48, Haruka Nakagawa JKT48, Jun Sung Ahn, Sungha Jung
 My Idol : JKT48 & AKB48 
 Favourite Song : Fun Yourself (In The Movie Cars)


Copyright Text By : farahtutorial.blogspot.com

Teman-teman semuanya, terima kasih ya, sudah mau buka blogku. Bye!

Minggu, 04 Agustus 2013

Tiara

Anak itu sangatlah pendiam.
Walaupun ia bergabung dengan kelompok penyanyi, hingga saat ini aku tidak pernah mendengar suaranya. Suara saja tidak punya! Bagaimana jadinya jika dia menyanyi? Tidak bicara apa-apa di tengah panggung sama saja bunuh diri di kandang sendiri!
Siang ini, kantin sangat ramai. Murid-murid genius keluar dari kelas.
"Hai Mita!" panggil Kania, temanku.
"Hai Kania!" balas Mita ceria.
"Aku ikutan dong!" aku pun mendekati mereka dan menikmati Nasi Goreng bu Kantin. "Menurut kalian, bagaimana sikap Tiara?" tanyaku sambil melirik anak pendiam itu. Sebenarnya namanya Tiara.
"Kalau dia berani bicara, suaranya pasti merdu!" puji Cinta yang tiba-tiba datang.
"Aku sependapat dengan Cinta. Tapi sayangnya, suara pun tak keluar selama sebulan ini!" keluh Kania.
"Tiara anak pendiam itu ya? Menurutku dia cantik dan pintar membuat puisi atau menggambar! Tidak seperti Catnya! Menulis saja jelek!" ejek Mita.
"Kalian malah merendahkan aku! Awas ya, kalau kata-kata kalian itu tidak ada benarnya! Akan aku beri hukuman kalian semua!" marah-ku.
"Ya maaf deh, Cat, kami kan cuma mau bercanda!" ujar Cinta memohon.
"Ya deh, aku maafkan. Eh, kita masuk kelas yuk! Tinggal beberapa menit lagi pelajaran matematika!" ajak-ku.
"Ayo!"
***
"Catnya!" panggil seseorang.
Aku berbalik yang aku lihat hanya Tiara yang berjalan ter-seok-seok dengan wajah lesu. Tidak ada yang memanggil namaku.
"Tiara?" tanyaku sambil mendekati Tiara. Tiara tampak terkejut. "Kamu bisu ya?" tanyaku hati-hati. Tiara terdiam.
"Tidak. Aku normal." Jawabnya. Ternyata suaranya sangat indah!
"Maaf kalau aku salah selama ini tentang kamu!" aku tertunduk malu.
"Sudah tidak apa kok." Jawab Tiara.
"Benarkah?" aku terperangah.
"Tentu. Oh iya, aku punya sebuah pertanyaan." Ujar Tiara.
"Apa itu?"
"Sebenarnya, apakah kamu juga pernah ikut kelompok menyanyi?" tanya Tiara penuh nada ceria.
"Ha?! Cuma itu? Sebenarnya aku pernah ikut, tetapi aku menyadari bahwa suaraku tidak pernah bagus." Aku kembali tertunduk.
"Aku yang memanggil kamu tadi. Tapi aku takut kalau kamu tidak suka denganku lantas aku berbohong saja aku tahu kamu pasti akan ke sini sendiri. Sabar teman, bagaimana kalau kamu kembali ikut kelompok menyanyi lagi? Kita belajar bersama-sama. Aku yakin, suara kamu akan bagus melebihi diriku! Karena aku telah melihat talenta tersembunyi di dirimu!" ujar Tiara menyemangati.
Aku memandang Tiara dengan senyum yang mengembang.
"Ternyata kamu baik sekali Tiara! Maafkan aku. Selama ini aku merendahkan dirimu." Aku memeluk Tiara.
"Aku kan sudah bilang bahwa ini tidak apa-apa lagi. Tapi, aku ingin kamu memenuhi syarat yang satu ini." Ujar Tiara.
"Syarat apa?" tanyaku.
"Aku ingin kamu merahasiakan rahasia-ku selama ini. Aku takut wartawan mendengar berita tentang-ku. Lalu mengejar diriku kemana aku pergi. Aku benci wartawan!" jawab Tiara.
"Baiklah." Jawabku.
"Kita adalah sahabat mulai saat ini." Tiara mengulurkan jari kelingking-nya.
"Benar. Sahabat selamanya." Jawabku sambil menerima jari kelingking-nya.
"SEKARANG SAATNYA KITA ADALAH SAHABAT!" seru kami bersamaan. Aku bergandengan tangan pulang ke rumah.
"Nanti sore ke kelompok menyanyi ya!" ajak Tiara.
"Oke boss!" jawabku.
***
Semenjak saat itu pun aku mendapat suaraku yang sebenarnya. Aku dan Tiara juga menjadi dekat setelah kejadian itu. Aku menjadi kompak dengan Tiara di luar rumah, Tiara banyak bicara sedangkan di sekolah (Genius School), Tiara lebih banyak diam. Aku merahasiakan suara Tiara beserta suaraku juga.

TAMAT

Sabtu, 03 Agustus 2013

Musim Cinta Untuk Mama

Aku berdiri di depan rumah Kak Veto. Kak Veto terlihat sedang marah-marah dengan Mama-nya, Tante Rina.
"Mama bagaimana sih!?! Kan Veto tidak pesan map ini!" gerutu Kak Veto kasar sambil melempar map yang diberikan Mama-nya.
"Ya sudah. Sana beli sendiri saja!" Tante Rina terlihat marah.
Kak Veto diam, marah.
***
"Mama, Mama itu sayang enggak sih, sama aku?" tanyaku.
"Ya ampun sayang... Mama itu sayang banget sama kamu! Sewaktu kamu dulu masih kecil, kamu sering tanya seperti itu dengan Mama dan berkali-kali pula Mama menjawab hal yang sama. Memang kamu tanya buat apa sih, sayang?"
"Kalau Tante Rina marah, berarti Tante Rina itu enggak sayang dong, Ma, sama Kak Veto! Buktinya, Kak Veto dimarahi itu Ma!" jawabku.
"Jangan berpikiran macam-macam tentang orang lain dong, sayang! Kalau Tante Rina itu marah, bukan berarti Tante Rina itu tidak sayang sama Veto kan?" jawab Mama.
"Tapi, kalau Tante Rina sudah tidak sayang dengan Kak Veto, bagaimana? Kasihan Kak Veto dong, Ma! Jadi setiap hari, Kak Veto di marah-marahi melulu! Kasihan kan, Ma? Berarti Tante Rina sudah tidak sayang dengan Kak Veto lagi!" aku tetap bersikukuh.
"Kalau Mama atau Tante Rina marah, itu sama saja kok, nak. Mama sayang dengan kamu, tapi Mama marah dengan kamu. Iya kan? Mama itu sayang sama kamu. Sama halnya seperti Tante Rina marah dengan Kak Veto. Mama masih sayang dengan kamu, begitu juga Tante Rina yang menyayangi Kak Veto."
"Masa sih, Ma?" tanyaku.
"Iya sayang-ku!" jawab Mama.
"Kalau begitu, di dunia ada musim satu lagi yang tidak boleh kita lewatkan terutama untuk anak-anak." Aku berkata tiba-tiba.
"Memang musim apa sih, sayang?" tanya Mama penasaran.
"Mau tahu aja atau mau tahu banget Ma?" tanyaku menggoda.
"Mau tahu banget sayang." Jawab Mama.
"Musim Cinta Untuk Mama!" ujar-ku sambil tertawa.
"Kapan Musim Cinta Untuk Mama itu datang dan pergi?" tanya Mama.
"Sewaktu Mama sedang baik sama aku, musim Cinta itu datang, kalau Mama galak sama aku, Musim Cinta itu lewat. Iya kan Ma?"
"Ah, kamu itu mengarang saja kerjanya!" canda Mama.
"Loh, ini beneran lho, Ma!" elak-ku.
"Masa?" tanya Mama tidak percaya dengan jawabanku.
"Benar! Swear!"
"Mama tetap aja enggak percaya!" jawab Mama kurang puas.
"Musim Cinta Untuk Mama bisa juga dirayakan seperti musim-musim lainnya lho, Ma!" berita-ku. Mama kian tak percaya dengan kata-kata-ku.
"Memang-nya dirayakan setiap tanggal berapa? Memperingati hari apa?" tanya Mama.
"Mama pasti tahu tanggal berapa. Diperingati pada hari pertama bintang Capricorn. Mama kan lahir di hari pertama Capricorn, jadi tahu kan, tanggal berapa?"
"Ah iya! Pasti tanggal 22 Desember! Tapi... 22 Desember itu kan.."
"Ulang tahun Mama sekaligus hari Ibu! Benar kan! Hari itu hari untuk memperingati Musim cinta yang telah lewat! Kalau hari Ibu, Mama senang dan bahagia kan?"
"Benar kamu sayang! Wah, Mama bangga dengan kamu! Sekarang kamu lebih pintar dan lebih hebat dari dulu!" puji Mama senang sambil memeluk diriku.
"Terima kasih Mama!" jawabku.
"Eh, tapi Mama punya sebuah pertanyaan. Kalau kamu pintar, pasti ada satu musim lagi yang terlewat!" ujar Mama.
"Memang musim apaan sih, Ma? Kan yang tadi sudah benar!"
"Pokoknya ada musim yang belum kamu sebut! Hayo... coba tebak, musim apa?" tanya Mama seakan menguji kecerdasan-ku.
"Musim Panas, Musim Semi, Musim Dingin, Musim Gugur, Musim Cinta... musim apa lagi ya? Memang-nya ada ya Ma?" tanyaku.
"Ada dong! Coba deh, kamu tebak!" tawa Mama.
"Sudah deh, aku menyerah. Memang-nya musim apa sih Ma?" tanyaku keheranan.
"Musim Cinta Untuk Papa!" tawa Mama pun tersembur keluar. Ya! Ha ha ha! Papa memang sejak dulu lebih tegas dan lebih galak dari pada Mama! Kalau Papa marah, Mama gembira, kalau Mama marah, Papa gembira! Hehehe... jadi teringat sewaktu Hari Ibu setahun yang lalu. Mama lagi asyik-asyiknya merayakan Hari Istimewa-nya, eh, Papa malah marah-marah! Kenapa? Karena Papa di goda Bryan, kakakku karena tidak ada hari Ayah di dunia. Papa juga mengakui itu. Jadi, Papa marah deh! Serem lihat Papa marah! Mirip Naga terbang mencari mangsa!
Hari Istimewa Mama pun berantakan jadinya. Kakakku Bryan dihukum dan dikurung di dalam kamar sedangkan aku, Mama, dan Papa jalan-jalan ke Mal. Asyik deh!

Anak-Anak Kecil

Aku selalu merasa sedih begitu tahu bahwa ada pasien anak-anak. Ya! Aku adalah seorang dokter. Aku sangat menyayangi anak-anak kecil. Pekerjaanku ini dianggap mulia oleh sebagian orang, tapi, menurutku, aku lebih cocok menjadi pengadopsi anak. Aku sangat menyukai wajah-wajah polos mereka. Tetapi melihat mereka sakit, aduh, rasanya aku juga ikut sakit!
Aku jadi teringat percakapan sewaktu aku kecil dulu dengan sahabat-sahabatku. Begini percakapan-nya :
"Vina, kamu benar-benar ingin jadi dokter ya?" tanya Gita.
"Iya. Memang kenapa sih, Gita?"
"Aku sebenarnya juga ingin, tapi terlanjur kamu serius!" balas Gita sinis tapi bernada ceria.
"Kok begitu? Kita sama cita-cita, tidak apa kan? Gita aneh-aneh saja!" timpal Laudrya, sahabatku.
"Kalian kok sinis begitu denganku?!" marah Gita sewaktu itu.
"Tidak, kami masih sayang dengan kamu Gita!" jawab Laudrya.
"Bohong!" balas Gita.
"Kami tidak bohong Gita!" jawabku.
"Begitukah? Kalau begitu maafkan aku ya, Vina." Pinta Gita.
Aku mengangguk. Sejak itu aku dan Gita bersahabat. Aku pun jadi tahu, bahwa anak kecil itu manis dan polos. Aku jadi menyukai canda ria mereka. Oleh karena itulah, aku menyayangi mereka seperti sudah anak sendiri!
"Dok, Dokter Vina! Ada pasien baru Dokter!" ujar Suster Maya, salah satu suster-ku.
"Oh, iya, iya terima kasih suster!" ucap-ku seraya berterima kasih.
***
Suatu ketika, tepat tanggal 12 Desember, aku berulang tahun yang ke 25 tahun. Banyak sahabat-sahabatku sewaktu kecil datang sambil membawakan hadiah istimewa atau mentraktir jajan di restoran. Waktu itu aku banyak berpikir tentang anak kecil dan gerakan menaikkan generasi penerus Negeri (anak kecil). Aku ingin sekali bertemu dengan Raihan, salah satu pasien anak-anak yang sangat lucu itu. Ia tinggal di pinggir jalan yang hanya berbentuk rumah kayu.
"Eh teman-temanku semua! Alangkah baiknya kalau kita mengunjungi salah seorang pasien dan berbagi tawa dengan mereka? Bagaimana? Setuju tidak?" usul-ku.
"Benar juga tindakan Vina itu!" ujar seorang temanku. "Bagaimana kalau ke panti asuhan?" tanya seorang yang lain.
"Bisa juga. Tapi apakah lebih baik kita merencanakan-nya dahulu? Kan biar lebih enak begitu..." usul Gita bangga. Yang lain setuju dengan usul Gita. Kami pun membuat rencana. Pagi ini aku dan kawan-kawan akan ke panti asuhan. Menjelang siang, ke rumah sakit menghibur anak yang terkena kanker. Lalu, begitu sore menampakkan diri, kami pun segera menuju rumah Raihan dan berbagi canda tawa dengannya.
"Senangnya berbagi tawa dengan anak-anak kecil. Rasanya hati terobati!" ujar Gita melampiaskan rasa suka-nya.
"Benar!" sahut Laudrya.
"Kalau salah satu di antara kita berulang tahun, apakah bisa kita rayakan dengan cara seperti ini? Kan seru tuh, kalau misalnya ada yang ulang tahun!" tawa Michella, rekan kerjaku. "Kita bisa berkenalan dan bersenang-senang dengan anak-anak kecil!"
"Boleh. Itu lebih sempurna dan berarti dari pada makan-makan di resto yang mahal. Jadi menghabiskan uang kan?" jawabku.
"Iya sih... tapi kalau kita setiap ulang tahun membeli hadiah untuk anak-anak, uang kita jadi cepat habis juga kan, Vina?" tanya Gita.
"Tapi amal kita tidak berkurang kan? Malah justru bertambah! Dan hati juga jadi ringan setelah bersenang-senang dengan anak kecil! Uang habis bisa diganti, amal habis bagaimana nanti? Lebih baik kita perbaiki saja kesalahan kita dan berbagi dengan yang kecil. Lagi pula, kalau kita gajian, kita dapat uang lagi kan? Jangan khawatir deh!" jawabku.
"Benar juga!" balas Gita seraya tersenyum.
"Kalau begitu, aku pulang dulu ya teman-teman! Sampai besok!" ujar-ku sambil merapikan tas. Aku pun pulang ke rumah dengan perasaan bahagia. Baru kali ini, cita-cita-ku ter-sampaikan.
"Sampai besok!" jawab seluruh teman-temanku yang sangat baik hati itu. Satu persatu, mereka pun bubar jalan dan kembali kerumah mereka.
Aku senang dapat mengenalkan anak-anak kecil kepada setiap temanku. Biarpun di mata mereka anak-anak kecil dan bodoh, tapi menurutku, anak-anak kecil itu berharga. Mereka itu manis dan polos. Aku suka mereka.
Suatu saat nanti, generasi-ku akan melakukan hal yang sama, untuk anak-anak Generasi Penerus Negeri atau anak jalanan.

Misteri Yang Berakhir Bahagia

Villa itu berdiri di tengah hutan yang tanahnya sedikit meninggi, bisa di katakan, terletak di pucuk hutan atau di atas bukit mini. Mona, Novi, dan Angel beserta Papa dan Mama menyewa Villa itu. Bik Mi juga ikut ke Villa. Sayangnya, menurut Mona dan Angel yang dari kecil tinggal di kota, Villa itu terlihat mengerikan! Novi yang pernah tinggal di desa selama 5 tahun tidak merasa takut, sebab, kalau malam, ia sering merasakan rasa ngeri itu.
"Sudah deh, enggak perlu lebay, disini atau di desa sama aja! Malam-malam, gelapnya minta ampun. Masa kalah sama adik sendiri!" sombong Novi yang menjadi anak tengah.
"Dasar sombong!" protes Mona. Ia mengerut marah. Novi hanya tersenyum.
Angel yang paling tua menengahi. "Sudah, sudah, sudah, jangan berantem, kita coba saja. Kalau belum di coba, mana tahu! Iya kan?"
"Benar banget tuh!" sambut Novi sambil nyengir.
Mona hanya menatap Novi kesal. Grrh! Dasar anak tengah! Gerutu Mona dalam hati. Hampir saja dia akan memukul tadi! Untung ada Angel. Benar begitu kan?
"Kesini anak-anak! Ayo kita berenang!" ajak Papa membuyarkan lamunan Mona. Dengan gembira, Mona segera berlari mengikuti kakak-kakaknya.
***
Malam pun datang, seperti Mona, Angel tidak bisa tidur. Sedangkan Novi, bahkan tidurnya pulas sekali! Mana mungkin di bangunkan!
"Kakak, kakak, masih bangun, kan?" tanya Mona sambil meraba kakaknya.
"Masih Mona! Kakak enggak bisa tidur nih! Kamu juga kan? Kakak takut sama Villa ini!" 
"Sama dong, Kak! Mona juga takut!" balas Mona.
"Bagaimana kalau kita ke kamar Mama saja?" tanya Angel.
"Jangan ah, nanti dikira kita penakut!" jawab Mona.
"Eh, apa kita telefon bagian penyewaan Villa ini saja? Kita tanya apakah Villa ini punya sejarah!"
"Mana mungkin mereka menjawab kalau mereka juga tidur!" jawab Mona.
"Mereka punya pegawai yang menerima telefon 24 jam." Jelas Angel.
"Apa benar?" tanya Mona.
"Ah, kamu banyak tanya Mona!" kesal Angel.
"Ya sudah, cepat sana telefon!" desak Mona tidak sabar.
Angel pun menyalakan telefon genggam-nya dan memencet nomor pusat penyewaan Villa. Cepat, cepat jawab! Harap Angel dalam hati. Tiba-tiba..,
"Halo dengan Pusat Penyewaan Villa 24 Jam, ada yang bisa saya bantu?" tanya suara di seberang.
"Iya halo, dengan Angel, eh, Mbak, apa benar di Vila yang ada di atas bukit mini ini berhantu?" tanya Angel takut-takut.
"Adik-adik ini berangkat dengan siapa ya? Apakah adik merasa di hantui?" tanya pegawai Villa.
"Kami berangkat dengan keluarga, ya sepertinya kami dihantui." Jawab Angel cepat.
"Oh begitu." Kata pegawai Villa.
"Mbak sebetulnya kami ingin tahu sejarah Villa ini!" protes Angel kesal.
"Sejarah?!" pegawai Villa itu terdengar terkejut.
"Benar." Sahut Angel sambil berdecak tak sabar.
"Sebenarnya, Villa itu telah lama kosong. Tapi, setahun yang lalu, ada yang menyewa Villa itu, mereka memperbaiki Villa dan Villa itu kembali baru, kami pun segera mengeposkan berita tentang Villa itu ke kota dan menyebarkan brosur selama setahun penuh ini. Banyak yang tertarik dengan Villa ini dan mereka pun berbondong-bondong untuk menyewa Villa ini. Villa ini sudah tidak menakutkan lagi, nanti 2 atau 3 bulan lagi Villa ini akan diruntuhkan, dan di bangun di kawasan Kota. Kalau adik ini merasa tidak nyaman dengan Villa ini, besok uang Villa akan di tarik dan Besok kalian bisa pulang."
"Begitu ya? Kalau begitu terima kasih ya, Mbak!" ujar Angel.
Tut. Telefon selesai.
Angel membangunkan Novi dan mengajak-nya serta Mona menuju kamar Mama dan Papa. Tak banyak waktu, mereka pun segera menceritakan masalah mereka. Mama dan Papa setuju, besok pagi mereka akan pergi dari Villa itu.
***
"Yes, akhirnya kita pulang juga!" sorak Mona.
Angel dan Novi ikut senan. Mereka pun memutuskan untuk liburan di rumah nenek.
---SELESAI---

Dia Tidak Nakal!

"Sisca! Maria! Lisa!" panggil Kartika, kepala geng itu.
Akan tetapi, Sisca, Maria, atau pun Lisa tidak beranjak dari tempat mereka. Terpaksa, Kartika pun maju dan memanggil lebih kencang.
"Sst! Bisa diam tidak?!" tegur pak Retno, pemilik perpustakaan.
Kartika tertegun. Ya ampun! Ternyata ia berada di Perpustakaan! Kartika pun menutup mulut dan pergi. Kesal deh! Kenapa mereka menipu diriku?! Marah Kartika dalam hati. Teng, teng, teng, teng! Bel berbunyi 4 kali, Kartika berdiri, hendak pulang. Tetapi, eh, dimana ini?? Kartika teringat bel sekolah, biasanya bunyinya tidak suara lonceng, tapi suara bel! Kartika merinding.
Tiba-tiba...
"Kartika!" seru sebuah suara yang ternyata adalah Sisca, Maria, dan Lisa. Kartika menutup mata, lalu membuka mata lagi. Keadaan berubah, pohon natal berdiri di tempatnya. Sisca, Maria, dan Lisa mendekat ke arah Kartika.
"Maafkan kami, buku itu menarik sekali, segan kami meninggalkannya." Jelas Sisca.
"Kartika, selain itu... selain itu kami..." Maria menyambung, tapi tidak melanjutkan kata-katanya.
"Kami akan keluar dari geng ini, kami bosan!" sambut Lisa cepat.
Kartika terperangah seakan terkena sihir. Mulutnya terbuka seperti buaya akan dibersihkan. Sisca, Maria, dan Lisa hanya bisa diam. Kartika menutup mulutnya. Tak disangka, ia menitikkan air mata dan berlari pergi. Sisca, Maria, dan Lisa merasa bersalah, tetapi mereka telah muak melihat kekejaman Kartika selama ini.
"Biar saja dia begitu." Ujar Sisca.
"Benar, tetapi, aku masih sedikit merasa bersalah." Sambung Maria.
"Aneh, tidak biasanya Kartika menangis, walau dihantam tsunami atau dipukul, Kartika hanya diam saja, marah." Balas Lisa.
"Tidak usah di pikirkan, kita pulang yuk!" ajak Sisca.
***
Keesokan harinya...
"Teman-teman!" panggil Kartika ceria di sekolah.
Spontan, Sisca, Maria, dan Lisa terkejut. Kok bisa-bisanya...
"Kenapa sih, kalian? Kok pada diem?" tegur Kartika.
Ternyata benar!
"Enggak biasanya kamu begini Kar!" sela Lisa yang selalu bersikap cuek.
Kartika tersenyum penuh rahasia.
"Kenapa sih, Kar?!" tegur ketiga temannya.
"Mau tahu banget, apa mau tahu aja?" tanya Kartika.
"Mau tahu bangetlah!" jawab ketiga temannya.
"Eh, aku mau minta maaf, semua itu salah aku memang. Rencananya, hari ini aku mau bolos, tapi Mama tetap memaksa aku untuk bersekolah. Kata Mama, kalau hari ini aku bersekolah dengan bersikap manis, Mama yakin, kalau semua orang akan suka denganku." Jelas Kartika.
"Begitu dong, Kartika!" sorak Sisca, Maria dan Lisa.
Teet... teet... teet...
Bel istirahat berbunyi, tanpa se-pengetahuan Lisa dan Kartika, Maria dan Sisca bercakap-cakap.
"Leganya diriku!" ujar Sisca.
"Ternyata misi kita selesai! Ternyata... DIA TIDAK NAKAL!" sambung Maria senang.

HAMSTER

DOG

FISH